![]()
Menonton Avatar : Fire & Ash di Flix theatre mal Astha, Kebayoran Baru Jakarta Selatan (17/12/2025), jadi membuktikan, menonton film 3.5 jam itu fine fine saja. Sarannya hanya satu, siap siap dahulu makan dan minum, juga ke toilet sebelum menonton.
Perlu bersiap sebelum selama 3.5 jam mengurung diri dalam ruang cinema. Apalagi kita tak sadar seringkali diajak menikmati keindahan gambar dan tata suara Dolby Atmos, khususnya di banyak adegan laga. Ah, di awal film saja, tata surround telah tersaji smooth dan gerakannya lebih hidup dibanding Avatar yang tahun lalu. Seringkali adegan ‘berkuda’ diatas Toruk (burung besar) oleh Toruk Makto ( sebutan untuk siapapun pengendaranya) lesatan kepak sayap, Gerakan mata, terasa halus seperti gerakan sungguhan. Yakinlah, film ini diproduksi dalam frame rate tinggi agar gerakan terlihat lebih halus dan natural, terutama pada adegan aksi dan terbang si hewa toruk. Selain itu, di sisi gambar, hal menarik juga disajikan dalam rupa kedalaman gambar. Film ini diproduksi sejak awal untuk format 3D, bukan konversi, sehingga kedalaman gambar terasa nyata dan nyaman ditonton

Di sisi teknologi, Avatar ini menggunakan lensa stereoskopik—dua lensa terpisah pada satu bidang horizontal—untuk meniru cara kerja penglihatan dua mata manusia. Dengan merekam dua gambar yang posisinya sedikit bersebelahan, terciptalah kedalaman tiga dimensi yang sama seperti yang dilihat manusia dengan mata mereka.
Film ini sudah dikemas dalam tata suara Dolby Atmos yang ruang Studio 3 Flix ini juga sudah dijabanin. Tahukah anda teknologi teta suara apa saja yang dilibatkan disini? Mari ungkap satu persatu.
Suara
Beberapa racikan teknologi, berperan dalam mendukung film ini hingga suaranya bisa mendukung gambar. Yang sudah kita kenal baik, ada Dolby Atmos. Format tata suara ini menciptakan sajian 3 dimensi yang imersif agar suara alam, Toruk, laut, hingga ledakan masih ada disekitar penonton. Perhatikan, saat Tulkun menyeringai, suaranya yang kaya akan low bass, dapat mengesankan bass yang dalam. Oh ya, mata juga dibuat terpaku dengan hewan ikan ikan, seperti yang bernama Ikran – makhluk terbang seperti banshee yang biasa dinaiki para Na’vi di udara. Di laut ada Tulkun – makhluk laut raksasa mirip paus yang sangat cerdas. Skimwing(Tsurak) yang bisa ditunggang.

Sederet teknologi tata suara lain ikut digunakan. Mereka adalah :
*High-Resolution Digital Mixing – proses mixing dilakukan dengan resolusi tinggi untuk menjaga detail mikro, dinamika besar, dan transisi halus antara hening dan klimaks.
*Spatial Audio & Object-Based Sound Design – setiap elemen suara (angin, air, sayap, api) diperlakukan sebagai “objek” terpisah, sehingga presisi arah dan kedalamannya sangat realistis
*Advanced Foley & Field Recording – suara alam dan makhluk Pandora direkam dan dirancang secara detail, memadukan suara alam nyata dengan manipulasi digital
*Underwater Sound Simulation – teknologi khusus untuk mereproduksi karakter suara di dalam air, membuat adegan laut terasa autentik dan berbeda dari adegan darat atau udara.
Itu tekniknya, menyangkut tata suaranya, Auvindo dapati sejumlah data terkait kemasan atau format tata suara yang hadir di film ini, yakni :
- IMAX 12-Channel Sound
Untuk penayangan IMAX, film ini di-mix khusus dengan kanal tambahan yang menghasilkan dinamika, tekanan bass, dan detail lingkungan yang lebih realistis dibanding sistem surround konvensional - DTS:XAlternatif audio berbasis objek yang memungkinkan penyesuaian posisi suara secara presisi sesuai konfigurasi ruang bioskop atau home theater.
Sajian Gambar
Dalam hal warna, sajiannya mengkombinasikan warna warna yang kuat, lembut dan tingkat kekontrasan tinggi. Ini katanya berkat dari dua teknologi terbaru CGI dan VFX generasi terbaru, motion capture dan performance capture beresolusi tinggi, serta rendering cahaya global (global illumination) yang membuat pantulan dan kedalaman warna tampak alami. Selain itu, penggunaan High Dynamic Range (HDR), color grading sinematik presisi, dan kamera digital 3D memungkinkan detail warna tetap kaya baik di area terang maupun gelap. Jangan heranlah bila nantinya film ini bakal menyabet Best Picture.
Alur Cerita
Kali ini James Cameron menamakan film sekuelnya ini dengan Avatar: Fire and Ash. Mengapa dipilih nama demikian, karena episode ini menampilkan Klan Api Na’vi yang disebut Ash People, yang akan menjadi pusat konflik. Ash People berperan sebagai antagonis, yang menyiapkan terjadinya perang antarsuku Na’vi. Dengan judul Fire and Ash James ingin menegaskan tema elemen api, kehancuran, dan sisi gelap Pandora yang belum pernah ditampilkan sebelumnya. Secara makna, “Fire” melambangkan kemarahan, konflik, dan kekuatan destruktif—baik dari manusia maupun dari sesama Na’vi—sementara “Ash” melambangkan akibatnya
James Cameron membawa penonton kembali ke Pandora dalam sebuah petualangan baru yang imersif bersama mantan Marinir yang menjadi pemimpin Na’vi, Jake Sully (Sam Worthington), prajurit Na’vi Neytiri (Zoe Saldaña), serta keluarga Sully. Terkait istilah Na’vi, ini diceritakan sebagai nama untuk suku atau kamu dari makhluk monogami yang berpasangan (dalam bahasa Na’vi: muntxa si yang berarti “berpasangan dengan, menikah”) seumur hidup. Mekanisme reproduksi mereka dikisahkan mirip dengan manusia dan mamalia bumi lainnya.
Avatar 2025 punya balutan cerita yang dibangun dengan lebih menarik dibanding yang versi 2024 bahkan yang sebelumnya. Mungkin karena masa mainnya lebih lama. Bisa saja ketertarikan dibangun oleh konflik dan peperangan dan munculnya hewan hewan yang menarik juga sisi religious yang ditampilkan dengan hadirnya Eywa, dewa penolong suku Navi.Didukung gambar surround dan kualitas gambar.
Cerita juga menarik karena berisi ajaran tentang keberanian, kesetiaan, kepercayaan (kepada Eywa), dan semangat tidak putus asa serta semangat persatuan dalam memecahkan masalah.
Film ini di Bluray 4Knya nanti, bolehlah anda bisa jadikan film referensi dalam melihat banyak kriteria penilaiain di system, seperti bagaimana tayangan resolusi gambar dan suara.









