Bila sebelumya dalam membuat AV receiver, Yamaha gemar main di 7. 2 dan 11.2, kini main di tengah-tengahnya – di 9.2 channel. Ini dinyatakannya di model RX A-6A. Kami jumpai AVR ini di galeri home audio dan film Sydney Audio Electronic di mal Mangga Dua, Jakarta – saat mampir ke toko yang dikomandani pak Benny ini. Jadi tertarik juga untuk merasakan bagaimana kesan suara amplifier multichannel yang berada di kisaran harga 40 jutaan Rupiah ini.
Auvindo sempat juga berbincang dengan Pak Benny dari Sydney Audio Electronic ini, dimana Pak Benny sempat memberi opini dan saran dalam melakukan setting dan instalasi AVR ini, serta mengemukakan beberapa kelebihan AVR ini. Anda bisa simak di link video berikut:
AVR yang masuk seri Aventage ini memakai HDMI 2.1 dengan kekuatan bandwidth hingga di 40 Gbps di seluruh input dan outputnya. Main di 9.2, dia punya terminal untuk 11 saluran/channel, tetapi A6A dikatakan memiliki amplifier hanya untuk 9 saluran. Jika anda di rumah mainnya misalnya di 7.2.4, maka A6A menawarkan channel output untuk kiri-kanan depan atau untuk speaker Atmos di belakang.
Kami amati bodinya. Di depan, dia punya pengontrol volume di bagian tengah yang ukurannya lumayan besar, ditambah tombol pilihan input. Layar LCD-nya terbilang besar dan kita bisa membaca dengan jelas teks-teks, dimana layar ini juga menampilkan informasi pemutaran. A6A punya tampilan menu pada layar penuh dengan informasi seperti Mode Jitter PLL setiap port HDMI hingga tampilan kurva roll-off DAC.
Di sisi koneksi, ada jek headphone 6,3mm, port USB-A charger 5V, AirPlay 2 dan Bluetooth 4.2 (SBC / AAC), serta kompatibilitas Google Assistant dan Alexa untuk kontrol suara dan tuner DAB+ dan FM/AM. A6A juga punya tiga input optic – yakni dua koaksial, dan lima input analog, juga soket XLR, ditambah satu lagi yang dibuat khusus untuk koneksi ke phono stage.
Terlihat juga sebuah mini-jack untuk menyambungkan ke mikrofon bila kita ingin melakukan kalibrasi otomatis dengan YPAO Yamaha. YPAO (Yamaha Parametric room Acoustic Optimizer) adalah sistem koreksi ruangan yang dibuat. Di sistem ini, Yamaha menggunakan mikrofon kalibrasi dan nada uji, secara otomatis menyesuaikan speaker sistem audio multi channel untuk level, fase, ukuran speaker, dan jarak speaker dari pendengar. Di setiap AV receiver Yamaha, pasti ada sistem ini. Dengan YPAO ini kita bisa kian mudah dalam menginstalasi sistem, baik secara otomatis maupun manual. Jika mau, anda bisa memeriksa ulang pengukuran YPAO secara manual.
Apa saja yang ada di dalam tubuhnya?
A6A dipersenjatai sistem prosesing Cinema DSP HD3 kebanggaan Yamaha. Prosesing ini kabarnya dapat saja mengkreasi ulang (kalau tidak mau dikatakan : menghadirkan kembali) nuansa 24 ruang suara atau musik tertentu. Misalnya, (seperti di) ruang konser. Hal menarik lagi, ada Surround: AI yang menyesuaikan level dialog, musik, dan efek, khususnya di adegan tertentu agar lebih bisa terdengar jelas.
Satu yang pasti, di dalamnya tentu ada chip untuk format surround. Dalam hal format surround, AVR ini sudah Dolby Atmos, DTS:X dan Auro-3D. Dia juga membopong teknologi upmixing seperti Dolby Surround dan DTS Neural:X. Ada juga pilihan, yang lebih ditujukan bila pengguna tidak memiliki speaker sistem surround lengkap, termasuk speaker untuk ketinggian(height channel) Dolby Atmos, yakni Virtual Presence Speaker, dan Virtual Surround Back Speaker. Untuk stereo, kabarnya, RX–A6A ini secara dasar bisa memproes apapun format audio kecuali DSD.
Untuk mengontrol dan mengatur unit ini, kabarnya juga dapat diakses dari perangkat eksternal di jaringan yang sama, menggunakan IP AVR atau aplikasi Yamaha MusicCast. Aplikasi ini memungkinkan streaming format musik resolusi tinggi dan lossless (misalnya Apple Lossless -ALAC) hingga 96 kHz – juga format WAV, FLAC, dan AIFF hingga 192kHz, serta dapat kita gunakan untuk mendengarkan Spotify, Tidal, Qobuz, dan Deezer.
Menyimak Blu-ray Dolby Atmos
Mari dengar suara RX A-6A untuk film dan musik. Untuk dukungan, ada speaker B&W 705 S3 dengan speaker center HTM 71S3. Untuk surround belakang ada speaker quadral sedangkan untuk speaker atas, ada modelnya Klipsch. Ruang home theatre dan musik ini memakai Bu-ray 4K player Sony UBP X800 yang sudah all region, sedangkan kabelnya, memakai kabel Vampire Ultimate, dari Amerika. Subwoofernya dari Ascendo Audio. Sistem ini sudah dikonfigurasi untuk dapat menyampaikan format suara Dolby Atmos dengan konfigurasi 7.1.2 channel.
Kami percaya bahwa apa kesan dengar yang kami simak di ruang galeri ini merepresentasikan kemampuan dari AVR ini, sungguhpun seperti biasa – kalau menyimak home theatre, kita juga bisa bicara keakustikan ruang.
Tentunya ruang dengan tata suara Dolby Atmos ini telah diset up dengan baik mengingat ini adalah ruang demo yang sudah pasti akan dimaksimalkan demi memikat penikmat yang notabene calon pembeli – walau di sisi lain, ruang ini berada di sebuah mal, yang tentu punya beberapa keterbatasan dibandingkan dengan ruangan dalam rumah.
Sempat juga kami memandang ke sekeliling ruangan, bagaimana ruang ini nyaris penuh dengan alat audio dan video. Tentunya ini sangat berpengaruh kepada tampilan suara, khususnya karena speaker (terutama speaker depan) berdekatan dengan permukaan alat lain. Dapat saja ini menghasilkan suara jadi terasa lebih berat dan kurang punya transien attack, atau malah bisa membuat lebih berbobot, atau sebaliknya, jadi kurang punya definisi. Ada berbagai kemungkinan tentu.
Di demo awal, kami disuguhi dengan permainan dimensi suara yang bergerak cepatari berbagai arah. Terasa bagaimana dua speaker depan B&W yang diletakkan cukup berjauhan, bisa tampil prima dan koheren dengan subwoofer Ascendo. Benny rupanya lebih suka memakai speaker bookshelf ketimbang floorstanding, dan kami rasa, pilihannya tepat memadukan Yamaha dan B&W – sama sama berkarakter cepat, dan dapat menyajikan kesan ruang yang terasa besar (spacious).
Sempat diputar adegan laga Spiderman : Home Coming, saat melawan Vulture dengan adegan di sebuah kapal pesiar, seperti bisa anda saksikan di link YouTube pada bagian awal artikel di atas. Sayang sekali, kami kurang cermat betul dalam meletakkan ponsel perekamnya di posisi yang baik sehingga terlihat agak miring.
Untuk lebih jelasnya melihat adegan yang kami maksud, anda juga bisa mengklik link di bawah ini:
https://www.youtube.com/watch?v=7rVespJjao8
Di scene ini, terlihat lontaran peluru dari senjata Vulture yang mengenai aneka permukaan di atas perahu, terdengar tak terlalu keras tetapi lentingannya cukup bisa mengalihkan pandangan mata ke titik yang terkena. Disini suara memutar tampil sesuai arah sinaran laser dari senapan ‘mitraliur’nya Vulture. Adegan ini lebih banyak mempertontonkan dialog dan kemampuan AVR mengolah suara suara frekuensi tinggi ketimbang efek boom di area bass.
Di ujicoba lanjutannya, kami dengarkan lagu saja di disc ini, dimana ada Jain dan lalu Kim Andre Arnesen. Disini kami simak bagaimana kesan dengar Dolby Atmos untuk musik. Kami seperti sudah tak kaget lagi ketika mendengar Dolby Atmos yang dimainkan dengan jernih tetapi dinamik, serta presisi. Mungkin karena percaya bahwa musik-musik seperti ini mudah dilahap oleh AVR Yamaha. Suara disampaikannya dengan impact yang punya bobot. Tetapi tetap menjaga sisi keseimbangan, dan tidak terasa melebihkan apalagi menyerang. Sangat ekpansif panggungnya, dengan tekstur suara yang mudah dikenali. Transiennya memang terasakan sedikit tajam tetap tetap terasa transparan.
Nyatalah bahwa bukan hanya untuk film, dengar musik pun okelah. Kami yakin, untuk musik stereo, bisalah mengandalkan A6A ini. Dan Tidak hanya untuk menonton film dan mendengar musik, AVR ini pun bisa saja kita pakai untuk gaming, apalagi ada fitur ALLM (Auto Low Latency mode) dan VRR (Variable Refresh Rate) yang terbilang terkini.Tetapi kami hanya memutar film saja pada kesempatan ini dengan memutar satu album Dolby Atmos.
videonya :