
Kata ‘berani’ menyimpan sejuta makna. Dan bagi remaja Katolik Paroki Wedi, Klaten Gereja Katolik St Perawan Maria Bunda Kristus, kata ini ini punya makna tersendiri. Apa makna kata ini – seperti diterangkan Rm Edy Wiyanto Pr saat bercerita di Chandari Heaven, Kalasan, Sleman, Yogyakarta, Kamis (17/07/2025), terungkapkan dalam film musikal berdurasi 30 menit yang berjudul Berani Itu Cahaya.
Film tersebut mengandung nilai edukasi terkait kata, sikap dan tindakan yang dikatakan “berani” dan merupakan nilai yang harus diambil ketika seseorang akan mengambil keputusan. Berani mengambil keputusan, dengan mewujudkan suara hati, saat mengimplementasikan nilai kebenaran yang diyakininya, sehingga Berani itu akan menjadi Cahaya. Cahaya yang mencerahkan, yang memberi inspirasi dan yang juga menghasilkan risiko.
Film ini bercerita tentang anak sekolah yang memutuskan untuk mencari bolakaki yang masuk ke hutan. Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, yang sangat diyakini oleh para guru, hutan itu tidak boleh dimasuki. Siapapun dilarang masuk ke dalam hutan tersebut yang akhirnya menyibak rahasia di dalamnya. Ternyata di dalam hutan terlarang itu tersembunyi harta karun. Lalu ?

Terinspirasi Rm Mangunwijaya Pr
Saat artikel ini kami tulis, Film musical ini tengah memasuki tahap editing. Penulis naskahnya adalah Paulus Muhammad Iqbal dan sutradara sendiri dipegang oleh Rm Edy Wiyanto Pr.
Berani itu Cahaya sebenarnya film kiasan. Dan nilai yang ditawarkan dalam film tersebut diinspirasi oleh Rm Mangunwijaya Pr, yang dikenal karena pemikiran dan terobosan pendidikan untuk anak-anak. Dan karena terobosannya Rm Mangunwijaya Pr yang sangat memerhatikan pendidikan anak-anak terlantar di Yogya, sering disebut Romo Kali Code. Kali Code adalah sungai yang membelah kota Jogya yang dipinggirannya hidup masyarakat kelas bawah. Dan, dalam mendidik, Rm Mangunwijaya, tidak membedakan suku, agama dari anak-anak didiknya.

Nilai pendidikan yang ditawarkan oleh Rm Mangunwijaya Pr yang juga dikenal sebagai „tukang insinyur“ ini sangat sederhana tetapi menyentuh pada nilai yang ditawarkan kepada anak didik. Pendidikan anak dianggap berhasil ketika siswa dapat mewujudkan tiga nilai yakni, ekploratif, kreatif dan integral. Ketika dalam diri anak muncul tiga nilai ini, diyakini Rm Mangunwijaya, mental dan karakter anak akan terbentuk. Tiga nilai pendidikan ini menjadi warisan Rm Mangunwijaya, yang diperolehnya dari berbagai jaman kolonialisme, kemerdekaan dan zaman setelah kemerdakaan.
Rm Mangunwijaya Pr, menurut Rm Edy Wiyanto Pr ini, menilai bahwa pada jaman kolonialisme bangsa Indonesia boleh belajar. Rakyat kebanyakan bisa mengenyam pendidikan pada jaman kolonialisme sebenarnya bertentangan dengan doktrin kolonialisme itu sendiri, yang kemudian akan menghasilkan bangsa yang cerdas.
Ketika Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara, menurut Mangunwijaya sebagaimana diceritakan oleh Rm Edy Wiyanto Pr, pendidikan merupakan sarana, salah satunya, mencerdaskan para pejuang bangsa. Dari tangan Ki Hajar Dewantara, pendidikan menjadi alat untuk membentuk watak atau karakter bangsa. Pendidikan tidak hanya mencerdaskan tetapi juga menginspirasi dan membuka wacana makna sebuah kata „berani“ dari sebuah perjuangan kemerdekaan.

Karena dana yang terbatas, Rm Edy Wiyanto Pr mengaku, film ini dibuat dengan segala kemampuan para pemain, penulis skenario, pemusik dan pendukung lain. Namun itu adalah pelajaran dan sekaligus pengalaman pertama dari para pemain dan pendukung film ini. Pembuatan film Berani Itu Cahaya ini dimungkinkan karena mereka yang terlibat lebih dulu mengalaminya. Tanpa keberanian itu film yang menawarkan tiga nilai harta karun ini tidak pernah akan terwujud.

Ketika ditanya, kapan film Berani Itu Cahaya akan diluncurkan ke masyarakat, Rm Edy Wiyanto mengatakan, ‘masih rahasia’.
Semoga lancar dalam produksinya, sukses meraih simpati pemirsanya dan nilai nilai kandungannya bisa meresap kepada mereka, anak anak bangsa.